Tak kenal, maka kenalan dong..

Jumat, 30 Oktober 2020

KESIMPULAN DAN REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

 Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Oleh : Novi Safitri, S.Pd

Calon Guru Penggerak Kab. Garut 



Sintesis Berbagai Materi

Dari masa ke masa, pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut tentu tidak terlepas dari perjuangan para tokoh bangsa. Tokoh pejuang pendidikan yang sudah tidak asing lagi ialah Raden Mas Soewardi Soerjadiningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan sosok yang berperan penting dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai seorang yang hidup di zaman kolonial, beliau turut merasakan pendidikan yang kala itu hanya bertujuan untuk kepentingan Belanda. Hingga akhirnya di tahun 1920 beliau mendirikan Taman Siswa sebagai lahirnya cita-cita baru bagi jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas.

Ki Hajar Dewantara mengatakan, pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dan kebudayaan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Disetiap kebudayaan juga pasti berbeda antara suatu budaya dengan budaya lainnya. Namun perbedaan tersebut justru harus menjadi kekuatan bagi kita. Bukan dipandang sebagai sebuah kekurangan.

Ki Hajar Dewantara juga memfilosofikan seorang pendidik sebagai petani, dan siswa adalah benih atau biji yg ditanamnya. Jika sebuah benih dirawat dengan baik, dengan pengairan, tanah, atau pupuk yang baik, maka ia akan tumbuh menjadi tanaman yang baik. Namun, sebaliknya jika petani tidak bisa merawat tanaman tersebut, maka ia tidak akan tumbuh dengan baik. Biji yang ditanam juga tentunya beranekaragam jenisnya. Sehingga layaknya petani, pendidik harus bisa menumbuhkan benih-benih tersebut sesuai dengan jenis (kodrat)nya. Jika benih tersebut adalah benih jagung, maka tidak mungkin ia tumbuh menjadi padi. Begitu pula sebaliknya. Maka rawatlah tanaman tersebut sesuai dengan jenis benihnya. Seperti siswa, yang juga memiliki kodrat nya masing-masing.

Sejalan dengan Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

Dalam hal ini, tugas seorang pendidik hanyalah menuntun, membimbing siswa dan memberi petunjuk jalan kehidupan sesuai bakatnya, agar tidak keluar dari jalur yang dapat berdampak buruk bagi kehidupannya. Dengan tanpa adanya paksaan. Sehingga dalam menuntun ini harus disesuaikan dengan kodrat anak.

Salah satu kodrat anak adalah bermain. “Permainan anak itulah pendidikan”, Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 241). Dalam hal ini pendidik harus memahami bahwa kodrat anak adalah bermain sehingga pembelajaran bisa diintegraskan dengan bermain sambil belajar. Dalam menuntun anak, kita dapat melakukannya dalam sebuah permainan yang dapat mengembangkan bakat dan minatnya.

Pemikiran KHD selanjutnya ialah budi pekerti, atau watak/karakter yang merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).



(Sumber foto: Siswa SDN 3 Karangsari Kec. Pangatikan. Oleh: Novi Safitri)

Dalam menuntun segala kodrat anak, seorang pendidik sebaiknya menerapkan sistem among.. Salah satu sistem yang dikemukakan oleh Ki Hajar dewantara ini melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak. Sanksi kepada siswa harus seimbang, netral dan adil. Dalam sistem among, pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya dan merdeka tenaganya. Pendidik sebagai pamong mencermati garis kodrat kemampuan siswa agar jiwanya merdeka lahir batin. Sistem ini sebagai implementasi dalam menciptakan hidup salam dan bahagia: selamat lahirnya dan bahagia batinnya, dicapai dengan kecukupan lahirnya dan bebas merdeka jiwanya, bebas dari gangguan lahir batin dan ketakutan (Ki Hajar Dewantara)

Dengan begitu, dapat terwujud pula pendidikan yang berpihak pada siswa. Ada istilah mengatakan pendidik harus “menghamba pada Sang Anak”. Hal ini bukan berarti merendahkan diri untuk melayani anak atau siswa, akan tetapi maknanya bahwa pendidik itu lebih mementingkan Sang Anak sehingga segala sesuatu yang pendidik lakukan ikhlas dan berpusat pada anak. Sesuai dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang artinya di depan memberikan teladan, di tengah membangun semangat dan dibelakang memberi dukungan.

Selain itu, Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Berbicara tentang zaman, artinya pendidikan juga tidak terlepas dari sebuah perubahan. Pendidikan dan kebudayaan tidak boleh statis, harus terus bergerak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Dimana setiap zaman tentunya akan berubah-ubah dan memilki tantangan tersendiri. Seperti saat ini, pendidikan global telah mengarahkan kita pada dunia digital yang tentunya tidak terlepas dari berbagai pengaruh dari luar, yang akan mempengaruhi kebudayaan bangsa kita. Dalam menghadapi kodrat zaman ini, asas trikon menjadi sebuah kiat dalam mengelola kebudayaan bangsa. Ki Hajar Dewantara sendiri telah mempraktekkan metode olah budaya trikon di Indonesia sejak tahun 1915. Konvergen, bahwa kita tidak menutup diri dengan perkembangan kebudayaan dunia. Selanjutnya konsentris, berpegang teguh kepada budaya sendiri memperkuat kepribadian nasional. Dan kontinyu, mengolah budaya sendiri secara berkesinambungan, dari masa lalu, masa kini, dan masa datang.

Dengan menerapkan filosofi pendidikan sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, maka kita dapat mewujudkan Merdeka Belajar. Dimana tujuan utama kerangka filosofis Merdeka Belajar yaitu “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila”.

Kerangka Filosofis ‘Merdeka Belajar’ mengacu pada 6 Profil Pelajar Pancasila, yaitu: Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis, dan Mandiri.


Refleksi

Berikut adalah refleksi dan pengkajian saya tentang proses pembelajaran yang telah dan akan saya lakukan agar dapat mengimplementasikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara :

1.     Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari dan memahami filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara?

Pada kurikulum 2013, student center yang sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini memang sudah sering saya dengar. Bahkan dari sejak di bangku kuliah, sudah dikenalkan dengan berbagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Namun pada kenyataannya, praktek di lapangan tidak seindah teori yang dipelajari. Saya sendiri masih menganggap siswa sebagai sebuah obyek yang harus dijejali dengan berbagai materi yang sudah tertuang di buku dan kurikulum yang berlaku. Sehingga buku yang digunakan seolah menjadi sebuah kitab suci yang bersifat mutlak. Walaupun memang terkadang saya juga bereksplorasi dengan materi-materi yang sudah ada. Namun, tetap saja saya melakukannya dengan tanpa memperhatikan keberadaan siswa yang aktif, kreatif, dan beragam tentunya. Sehingga dalam hal ini gurulah yang berkuasa, padahal siswa bukanlah kertas kosong yang belum tentu tidak tahu apa-apa. Justru terkadang mereka lebih pintar daripada gurunya. Hanya saja sebagai guru terkadang merasa dirinya paling mengerti, padahal cara mengerti seorang guru tentunya berbeda dengan cara berpikir siswa untuk bisa mengerti.

Tanpa disadari, kegiatan pembelajaran berjalan sesuai keinginan guru. Tanpa memperhatikan potensi yang dimiliki anak. Sehingga potensi anak tidak dapat berkembang dengan baik, karena harus menuruti gaya belajar gurunya.

Pembelajaran juga ditekankan pada ketercapaian materi sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Tanpa memperhatikan kondisi siswa yang beragam. Sehingga hal ini berdampak pada pembelajaran yang tidak menyenangkan dan terkesan memaksa siswa.

Selain itu, selama ini pembelajaran yang dilakukan hanya berorientasi pada nilai. KKM menjadi sebuah alasan pembelajaran yang dilakukan bertujuan untuk sebuah nilai semata. Sementara, keberadaan siswa yang beragam potensinya menjadi terabaikan.

 

2.     Apa yang berubah dari pemikiran/perilaku saya setelah mempelajari dan memahami filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara?

Setelah mempelajari dan memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya menyadari bahwa setiap anak memiliki kodratnya masing-masing. Tidak bisa disamaratakan, khususnya dalam proses pembelajaran. Ada yang mudah mengerti, ada pula yang sulit mengerti. Disinilah tugas kita sebagai seorang guru harus mampu membuat sebuah rancangan pembelajaran yang dapat diaplikasikan di kelas untuk mengcover semua kelebihan dan kekurangan siswa.

Seorang guru juga perlu menganalisis potensi yang dimiliki setiap siswa, agar dalam prosesnya pembelajaran dapat berjalan dengan menyenangkan sesuai bakat dan minat siswa. Sehingga siswa tidak merasa terpaksa.

Proses pembelajaran juga hendaknya dikolaborasikan dengan berbagai sumber bejar, alam, permainan, serta budaya lokal yang dapat mengembangkan budi pekerti sehingga siswa dapat berkreasi sesuai dengan potensinya.

Selain itu dengan pengembangan daya cipta, rasa, dan karsa hendaknya pembelajaran yang diberikan oleh guru untuk pencapaian tujuan pembelajaran hendaknya tidak hanya mengukur kemampuan kognitif dan berorientasi pada nilai peserta didik, tetapi juga menumbuhkan sikap dan kemampuan psikomotornya.


3.     Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara?

  • Berusaha menerapkan konsep menuntun. Membimbing siswa dan memberi peluang untukmemilih kegiatan yang sesuai dengan keinginannya. Memberikan pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan lingkungannya, tidak harus selalu terpaku pada buku.
  • Membiasakan konsep salam dan bahagia. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti selalu menyapa anak, memberi perhatian dengan menanyakan anak yang tidak hadir atau tidak melaporkan tugasnya.
  • Menerapkan proses belajar sambil bermain, dengan memaksimalkan kebudayaan lokal yang ada di lingkungan siswa.
  • Berusaha menerapkan profil pelajar Pancasila pada diri anak, Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis, dan Mandiri.
  • Memaksimalkan penerapan sistem among dalam pembelajaran untuk membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, berbudi pekerti luhur, cerdas dan berketerampilan, sehat jasmani maupun rohani. Selain itu tujuan dari sistem among adalah agar setiap anak kelak menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.

Filosofi Ki Hajar Dewantara sudah saya demonstrasikan dalam bentuk deklamasi puisi berikut ini


Juga ada kolaborasi musikalisasi puisi bersama suami saya. Dapat dilihat disini yaa....


Jangan lupa subscribe, like, dan komen yaa... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate